[KENDARAAN MILITER] Mencari Pengganti C-130H/B TNI AU
Bicara masalah pesawat angkut, saat ini TNI AU memiliki C-130B/H & KC-130B Hercules, CN235, NC-212, dan N219. Namun yang menjadi perhatian pada blog kali ini adalah pengganti C-130 Hercules yang sudah berumur. Namun dengan demikian, sudah ada dua hingga 3 kandidat pengganti Hercules yang akan dibeli TNI AU. Apa saja penggantinya?
Hercules dan Masalah Besar
Hercules sendiri sudah ada sejak 1960an. Pesawat angkut ini sudah termasuk KC-130B, L-100H, dan PC-130H. Setelah hampir 50-60 tahun pesawat ini berdinas di TNI AU, pesawat ini mulai berumur. Rata² tambahan Hercules baru diambil dari Hercules versi sipil yang dimiliterisasi, contoh dari Pelita Air dan Merpati Air. Serta tambahan hibah dari Australia.
Namun, usianya dan hibahannya membuat pesawat ini mulai bermasalah. Berbagai berita dan sudah banyak Hercules yang jatuh akibat usianya yang cukup tua dan bermasalah, membuat TNI AU harus memutar otak untuk mencari pengganti Hercules demi mengejar MEF II.
Kandidat Pengganti
Sudah banyak kandidat yang ditawarkan kepada TNI AU. Pada tahun 2010-2013, TNI AU pernah mengincar C-17 Globemaster III, namun batal karena sudah tidak lagi diproduksi. Alhasil, hanya dua yang masih 'panas', yakni Airbus A400M dan C-130J-30 Super Hercules. Keduanya masih terbilang masih 'ribut' untuk mendapatkan Indonesia sebgaai pelanggannya.
C-130J-30 Super Hercules, Reinkarnasi Hercules yang Tetap Dibutuhkan.
C-130-30 Super Hercules merupakan hasil reinkarnasi C-130H buatan Lockheed Martin yang pertama kali memulai debutnya pada tahun 1990an. C-130J-30 sendiri sudah menggunakan sistem komputerisasi yang canggih, sistem palet yang terintergrasi, airframe lebih besar, propoller sudah menggunakan komposit modern, lebih banyak varian, dan lebih diandalkan. C-130J-30 sendiri pernah ditawarkan kepada TNI AU dengan F-16V Block 72-nya. C-130J-30 sudah digunakan banyak negara, seperti AS, Perancis, Israel, Jerman, Norwegia, India, Korsel, Kanada, Denmark, Australia, Inggris, Italia, dan kali ini baru ditawarkan kepada Indonesia.
Namun, belum ada keterangan resmi dari Kemhan RI terkait ini. Bahkan, Menteri Pertahanan RI saat ini, Prabowo Subianto, saat ini lebih fokus dalam pengembangan produk dalam negeri, pembelian NASAMS, kapal frigat, dan pesawat tempur, sementara pesawat angkut sendiri masih di-pending. Untuk varian sendiri, Super Hercules memiliki varian KC-130J, EC-130J, SC-130J, MC-130J, HC-130J, C-130J-30, CC-130J-30 (Canadian), LM-100J, dan WC-130J.
Sayangnya, pembelian Super Hercules untuk Indonesia ini justru menjadi polemik, sebab butuh waktu untuk mentransfer pilot dan crew dari Hercules lama ke Super Hercules. Hal ini dikarenakan kokpit dan avoniknya sudah modern dan canggih. Hal ini membuat awak TNI AU mengalami hambatan dan kewalahan dalam mengoperasikan Super hercules, sehingga dibutuhkan pelatihan dari LM dan membeli sejumlah simulatornya untuk melatih awak crew TNI AU.
Untuk spesifikasinya, pesawat ini berukuran lebih lebar dan panjang dibanding pendahulunya. Tetap menggunakan design yang sama, namun dengan sejumlah modernisasi yang meradikal, termasuk sistem palet pada Super Hercules yang terkomputerisasi. Sementara, mesin yang digunakan adalah mesin buatan buatan Allison atau Rolls Royce berjumlah 4 unit dengan sirip baling-baling yang berjumlah 6 dengan bahan material komposit modern, menjadikannya reinkarnasi Hercules sehingga masih ada yang melanjutkan 'pohon keluarga' dari Hercules.
Airbus A400M, Baru tapi Besar dan Canggih
Airbus menawarkan A400M kepada Indonesia sebagai pengganti C-130B/H Hercules yang menua, serta bersaing dengan Lockheed Martin. A400M sendiri merupakan pesawat angkut buatan Airbus Defence yang diproduksi menggunakan mesin turboprop berjumlah empat biji. Atlas sendiri sudah banyak digunakan di negara Eropa, bahkan Malaysia pun juga memilikinya. Pesawat A400M juga menggunakan glass cockpit dan HUD canggih, bahkan kapasitasnya juga lumayan besar dari C-130J, namun lebih kecil dari C-17A.
Beberapa waktu lalu, Indonesia menerima tawaran ini dan ditandatangani oleh Pelita Air Service sebagai perwakilan Indonesia berjumlah 5 unit, kemungkinan akan dimiliki BUMN, bukan TNI AU sehingga designitation-nya menjadi A400, namun pesawat ini tetap diawaki TNI AU. Namun, Atlas juga sama-sama bernasib 'sial' layaknya Super Hercules sebab tidak pernah dijamah oleh Kemhan RI. Bahkan, Prabowo pun juga lebih fokus dengan pesawat tempur, kapal fregat, beberapa produk dalam negeri, bahkan helikopter angkut dan serang. Hal ini menjadikan A400M dan C-130J-30 juga masih di-pending.
Airbus khawatir akan kehilangan Indonesia soal pesawat angkut ini. Untuk itu, Airbus menawarkan H225M, lalu TNI AU memesan H225M sebanyak 8 unit yang dirakit oleh Dirgantara Indonesia. A400M sendiri dipercaya sebagai 'tambahan' untuk membantu mendorong jumlah armada TNI AU, mengingat Indonesia juga sebagai pelanggan prioritas dan super penting bagi Airbus, salah satunya adalah A330 dan A320 yang juga mendominasi dunia pernebangan sipil Indonesia.
Pentingnya Alutsista Angkut Baru
Indonesia berada di daerah rawan bencana. Selain itu, penyaluran yang terhambat akibat sistem transportasi dan infrastruktur yang rusak dan tidak berjalan menghambat penyaluran bansos. Untuk itu, TNI harus membutuhkan alutsista berupa pesawat dan helicopter angkut yang ukurannya lebih besar dan bertenaga kuat. Modernisasi alutsista juga sangat diperlukan agar alutsista tersebut tidak mengalami kerusakan dan masalah teknis.
Solusinya adalah pembelian pesawat angkut baru. Upgrade pesawat dan helikopter sendiri tidak cukup untuk mengahambat kecelakaan. Sehingga memerlukan pembelian pesawat atau helikopter yang benar-benar fresh dari pabrik, bukan bekas.
Kita harus belajar dari jatuhnya C-130 Hercules dan beberpa armada TNI AU yang pernah jatuh beberapa waktu lalu, baik di Papua, Medan, dan daerah-daerah lainnya, Bukti bahwa modernisasi diperlukan. Namun yang menjadikan masalah adalah dana yang diperlukan, serta harus menunggu keputusan dari Kemhan RI dan pihak luar, semisal menunggu keputusan dariFMS atau DSCA asal AS apakah mereka mengizinkan Indonesia membeli beberapa alutsista AS, semisal F-35 atau C-130J-30.
Semoga Indonesia bisa mengejar MEF II.
Komentar